Laporan PBB menambah bukti kekejaman Myanmar terhadap kelompok etnis minoritas

Laporan yang dikeluarkan oleh Tim Pencari Fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Myanmar (FFM) hari ini mengungkapkan bukti yang lebih memberatkan tentang kejahatan-kejahatan pasukan keamanan Myanmar terhadap Rohingya dan kelompok etnis minoritas di Myanmar bagian utara, kata Amnesty International.

FFM — sebuah badan ahli independen yang ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB — merilis temuan-temuan kunci dan rekomendasinya hari ini di Jenewa yang akan diikuti dengan laporan yang lebih rinci dalam beberapa minggu ke depan.

“Laporan ini, yang menambah banyak bukti kejahatan di bawah hukum internasional oleh militer, menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk melakukan investigasi kriminal yang independen dan dengan jelas bahwa pihak berwenang Myanmar tidak mampu membawa ke pengadilan mereka yang bertanggung jawab,” kata Tirana Hassan, Direktur Penanggulangan Krisis Amnesty International.

“Komunitas internasional memiliki tanggung jawab untuk bertindak dan menjamin keadilan dan akuntabilitas. Kegagalan untuk melakukan tindakan tersebut mengirim pesan bahwa militer Myanmar tidak hanya akan menikmati impunitas, tetapi bebas melakukan kekejaman seperti itu lagi.

“Dewan Keamanan PBB harus merujuk situasi di Myanmar ke Mahkamah Pidana Internasional sebagai masalah yang mendesak. Sampai itu terjadi, penting bahwa negara-negara membentuk mekanisme melalui PBB untuk mengumpulkan dan mempertahankan bukti untuk digunakan dalam proses pidana di masa depan.”

Latar Belakang

Menjelang peringatan satu tahun kampanye pembersihan etnis militer Myanmar terhadap Rohingya di Negara Bagian Rakhine utara, Amnesty International mengecam kegagalan komunitas internasional untuk mengadili para pelaku.

Lebih dari 700.000 wanita, pria, dan anak-anak Rohingya dipaksa melarikan diri dari Rakhine utara ke negara tetangga Bangladesh setelah 25 Agustus 2017, ketika pasukan keamanan Myanmar melancarkan serangan yang meluas dan sistematis terhadap ratusan desa-desa Rohingya. Serangan gencar itu terjadi setelah serangkaian serangan terhadap pos-pos keamanan oleh kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA).

Amnesty International telah mendokumentasikan secara ekstensif kampanye pembersihan etnis oleh militer, yang mencakup pembakaran yang direncanakan di desa-desa Rohingya, penggunaan ranjau darat dan kejahatan terhadap kemanusiaan seperti pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, kelaparan paksa dan deportasi paksa serta pelanggaran hak asasi manusia serius lainnya terhadap Rohingya.

Amnesty International juga telah mendokumentasikan kejahatan perang dan bentuk pelanggaran hak asasi manusia lainnya oleh Angkatan Darat Myanmar terhadap etnis minoritas di Kachin dan Negara Bagian Shan utara, termasuk eksekusi di luar hukum, penyiksaan, kerja paksa, penggunaan ranjau darat, dan penembakan tanpa pandang bulu. Pelanggaran serius terhadap warga sipil tetap berlangsung di Myanmar utara, di tengah-tengah konflik bersenjata yang terus berlangsung.

Siaran pers dalam bahasa Inggris bisa dilihat di sini.