Indonesia tidak serius menyikapi pelanggaran HAM berat

Menanggapi keputusan Indonesia untuk menolak resolusi pelaksanaan Tanggung jawab Untuk Melindungi (Responsibility to Protect atau R2P) di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 18 Mei, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Kami menyayangkan sikap Indonesia yang menyatakan “TIDAK” saat pemungutan suara di Sidang Umum PBB terkait resolusi pelaksanaan R2P untuk perlindungan dan pencegahan genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Padahal jenis kejahatan ini merupakan pelanggaran HAM yang berat”

“Sikap itu memperlihatkan rendahnya komitmen Indonesia dalam memajukan dan melindungi hak asasi manusia di dunia. Padahal Indonesia adalah anggota tidak tetap dewan HAM PBB.”

“Penolakan resolusi ini juga mencerminkan komitmen domestik Indonesia yang terlihat setengah hati dalam memperbaiki keadaan hak asasi manusia di negeri sendiri, seperti pelanggaran HAM yang terjadi di Papua dan penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya.”

“Jenis pelanggaran HAM seperti itu juga diduga telah terjadi terhadap warga Palestina. Perlu diingat bahwa Indonesia mempunyai hubungan dekat dengan Palestina, dan sangat mendukung untuk penghentian kekerasan yang dilakukan oleh aparat Israel terhadap warganya.” 

Latar belakang

The Responsibility to Protect (R2P) adalah komitmen masyarakat dunia yang disetujui oleh semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dunia pada tahun 2005, yakni dalam rangka menangani serta mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang sangat serius di bawah hukum internasional, yaitu genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

R2P merujuk pada suatu kesepakatan bahwa kedaulatan memerlukan konsep “tanggung jawab untuk melindungi” semua penduduk dari kekejaman massal dan kejahatan hak asasi manusia di wilayahnya. R2P merupakan cermin penghormatan terhadap norma dan prinsip hukum internasional, yang berkaitan dengan kedaulatan, perdamaian dan keamanan, hak asasi manusia, dan penanganan situasi konflik bersenjata.

Pada tanggal 17 Mei 2021, 76 negara mengajukan resolusi untuk memasukkan R2P ke agenda tahunan Sidang Umum PBB. Dalam diskusi yang berlangsung selama dua hari, beberapa negara anggota PBB mengutarakan pentingnya R2P untuk masuk ke agenda tahunan terutama dengan adanya konflik yang terus terjadi di Palestina, Myanmar, dan Suriah.

Pada 18 Mei 2021, 115 negara menyatakan setuju terhadap resolusi tersebut, 28 abstain, dan 15 negara, termasuk Indonesia, menolak.