Hentikan serangan terhadap semua warga sipil di Papua

Menanggapi beberapa insiden kekerasan terhadap warga sipil di Papua, termasuk penembakan delapan pekerja jaringan telekomunikasi di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dan Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena mengatakan:

“Kami mengutuk keras semua serangan terhadap warga sipil di Papua, termasuk penembakan terhadap delapan pekerja jaringan telekomunikasi yang diklaim dilakukan oleh OPM. Kami menyampaikan duka terdalam kepada keluarga korban.”

“Pembunuhan yang tidak sah oleh siapapun terhadap siapapun tidak pernah dapat dibenarkan dan jelas merupakan bentuk penghinaan terhadap prinsip-prinsip fundamental hak asasi manusia, baik jika dilakukan oleh kelompok bersenjata maupun oleh aparat keamanan.”

“Kekerasan sudah terlalu sering terjadi di Papua. Pada akhir bulan lalu ada seorang anak yang meninggal dunia setelah diduga ditembak oleh anggota TNI di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak.”

“Kekerasan ini juga sudah diangkat oleh ahli HAM PBB dalam rilis mereka beberapa hari yang lalu. Namun sayangnya, respons dari pemerintah masih penuh penyangkalan terhadap pelanggaran-pelanggaran HAM yang diduga dilakukan oleh aktor negara.”

“Kami mendesak pemerintah untuk segera membentuk tim independen untuk menginvestigasi insiden-insiden ini secara menyeluruh, transparan dan tidak berpihak. Terduga pelaku, baik itu anggota OPM, aparat keamanan, atau siapapun, harus dibawa ke pengadilan umum dalam proses yang adil dan tidak berakhir dengan hukuman mati.”

“Kami juga kembali mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali pendekatan keamanan yang digunakan untuk merespon masalah di Papua. Jumlah korban yang terus bertambah menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak berhasil dan tidak bisa terus dipertahankan.”

Latar belakang

Pada tanggal 2 Maret 2022, delapan pekerja jaringan telekomunikasi tewas setelah diduga ditembak oleh anggota Organisasi Papua Merdeka di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua.

Sebelumnya, pada tanggal 20 Februari, Amnesty International Indonesia menerima laporan bahwa seorang anak kelas IV SD – berinisial MT – di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, Papua meninggal dunia pada hari Minggu 20 Februari 2022 setelah mengalami penganiayaan yang diduga dilakukan oleh aparat keamanan di Sinak. MT ditangkap bersama enam anak lainnya karena dituduh mencuri senjata milik anggota TNI di Sinak. Ketujuh anak-anak yang ditangkap ini semuanya berusia sekolah dasar (SD).

Pada tanggal 1 Maret, ahli HAM PBB mengeluarkan rilis yang menyebutkan ada pelanggaran HAM yang serius di Papua, termasuk pembunuhan terhadap anak, penghilangan, penyiksaan, hingga pemindahan paksa terhadap orang asli Papua.

Dalam hukum HAM internasional, Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU Nomor 12 Tahun 2005, telah menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup dan tidak boleh ada seorang pun yang boleh dirampas hak hidupnya.

Sedangkan dalam kerangka hukum nasional, hak untuk hidup dilindungi dalam Pasal 28A dan 28I UUD 1945 serta Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang intinya setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk hidup dan mempertahankan hidup.

Selain itu Komite HAM PBB, dalam kapasitasnya sebagai penafsir otoritatif ICCPR, juga menyatakan bahwa negara berkewajiban untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM secepatnya, secara mendalam dan efektif melalui badan-badan independen dan imparsial, harus menjamin terlaksananya pengadilan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab, serta memberikan hak reparasi bagi para korban.

Ketidakmampuan pemerintah untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM, mengidentifikasi, mengadili, menghukum para pelanggarnya, serta ketidakmampuan pemerintah untuk memberikan kompensasi bagi para korban atau keluarganya merupakan bentuk pelanggaran HAM tersendiri.