Hentikan intimidasi terhadap ekspresi kritik pegiat seni

Menanggapi dugaan intimidasi dari aparat kepolisian terhadap seniman Butet Kartaredjasa dan Agus Noor, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan:

“Tindakan intimidasi itu tak hanya mencederai kebebasan berkesenian, tapi juga merusak iklim hak asasi manusia khususnya hak atas kebebasan berekspresi. Ini merupakan hak dasar setiap orang yang dilindungi hukum. Pembatasan terhadap seniman hanya akan merugikan perkembangan kebudayaan dan juga partisipasi masyarakat.”

“Intimidasi kepada seniman ini mengingatkan kita pada era Orde Baru. Kegiatan seni sering menjadi sasaran sensor dan pembatasan. Upaya mengendalikan ekspresi artistik yang kritis bisa dilihat sebagai bentuk kembalinya praktik yang seharusnya ditinggalkan.”

“Kami mendesak pihak berwenang untuk segera menghentikan praktik intimidasi terhadap para seniman dan siapa pun warga yang berpikir kritis. Negara harus menjamin kebebasan berkesenian sebagai bagian integral dari kebebasan berekspresi. Segala bentuk ekspresi dalam seni adalah elemen penting dalam membangun masyarakat yang demokratis dan berbudaya.”

Latar belakang

Laporan media hari ini (05/12) mengungkapkan bahwa dua pegiat seni, yaitu penulis naskah teater Agus Noor dan seniman Butet Kartaredjasa, diduga mengalami intimidasi polisi saat mereka akan menggelar pertunjukan satir politik “Musuh Bebuyutan” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 1 Desember 2023.

Acara tersebut diselenggarakan oleh Indonesia Kita, forum budaya yang secara rutin menggelar pertunjukan teater. Pementasan ini berlangsung selama dua hari, pada 1 dan 2 Desember 2023 di Teater Besar Taman Ismail Marzuki Jakarta.

Sebelum pertunjukan, petugas yang mengaku dari Kepolisian Sektor Cikini tiba-tiba datang dan meminta penyelenggara membuat surat pernyataan untuk menghindari unsur politik maupun kampanye mendukung salah satu pasangan kandidat capres dan cawapres dalam pertunjukan mereka.

Bagi Agus Noor, hal yang mereka alami itu adalah intimidasi. “Selama hampir 40 kali pertunjukan sejak tahun 2011, baru kali ini ada keharusan kami menandatangani surat pernyataan bahwa pentas kami tidak membahas isu politik. Padahal, sebagaimana biasanya, semua prosedur formal perizinan sudah kami penuhi. Itulah yang membuat kami seakan diintimidasi, karena tak boleh menyampaikan humor atau konten politik dalam pementasan Musuh Bebuyutan itu,” kata Agus Noor kepada Amnesty International Indonesia.

“Padahal hampir dalam setiap pertunjukan Indonesia Kita, kami biasa melakukan kritik dengan cara kami, yaitu komedi satir,” lanjut Agus.

Setelah Butet menandatangani surat pernyataan, penyelenggara melanjutkan pertunjukan teater “Musuh Bebuyutan” berdurasi 150 menit, yang mengisahkan pertarungan politik antara seorang pemuda dan seorang perempuan yang sebelumnya bersahabat.

Saat membuka pentas, Butet mengungkapkan harus membuat surat pernyataan tertulis yang ditujukan kepada polisi bahwa dia harus berkomitmen tidak ada unsur politik dalam pertunjukan itu.

Amnesty International Indonesia baru saja meluncurkan laporan bertajuk “Kebebasan, Keadilan dan Kesetaraan: Agenda HAM untuk Pemerintah Terpilih” yang diserahkan kepada tim pemenangan masing-masing kandidat Capres-Cawapres pada tanggal 2 Desember 2023. Dalam laporan ini, Amnesty menyoroti soal kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai, akuntabilitas polisi serta pelanggaran HAM berat. Untuk mengakses laporan, silakan membuka tautan berikut: https://www.amnesty.id/wp-content/uploads/2023/12/3HRA-Report_IND_FINAL-3.pdf