Hak untuk beribadah harus dilindungi

[TEMPO/Imam Sukamto; IS2016102308]

Merespon perusakan bangunan yang dijadikan tempat ibadah oleh warga Muslim di Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Tindakan ini jelas pelanggaran terhadap hak beragama dan beryakinan, yang di dalamnya mencakup hak untuk melaksanakan ibadah, dan sebenarnya kewajiban HAM Indonesia di bawah hukum internasional.”

“Hak ini bahkan dijamin oleh konstitusi kita, UUD 1945, untuk semua umat beragama di Indonesia di manapun wilayahnya, meski mereka minoritas di lingkungan itu,” tambah Usman.

“Memang harus kita akui, masalah utama pemeluk agama minoritas di provinsi manapun di Indonesia selama ini adalah pendirian tempat ibadah. Pihak berwenang harus melindungi mereka yang ingin beribadah, tak hanya dalam kasus ini, tapi juga di kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama lain di Indonesia yang sampai detik ini belum tuntas.”

“Kami menyerukan agar Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 ditinjau ulang, karena dari situ pelanggaran kebebasan beragama berpotensi terjadi.”


Latar belakang

Pada hari Rabu 29 Januari 2020, sebuah bangunan umum yang dijadikan tempat beribadah di lingkungan Perum Griya Agape, Desa Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, dirusak.

Warga sekitar dilaporkan mendatangi bangunan berupa balai pertemuan itu untuk menanyakan perizinan sebagai tempat ibadah. Tak lama kemudian, perdebatan terjadi karena pengurus balai pertemuan dianggap tak bisa menunjukkan perizinan.

Perdebatan antara warga dan pengurus balai memanas hingga akhirnya terjadi perusakan. Setelah perusakan, pengurus balai diminta untuk mengurus perizinan ke otoritas terkait. Sambil menunggu perizinan selsai, umat Islam di lingkungan tersebut diminta beribadah di rumah masing-masing.

Polisi telah menangkap satu orang warga yang diduga berperan sebagai provokator.

Tahun lalu, pendirian pura umat Hindu di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat ditentang warga. Pihak penentang mengkhawatirkan pendirian pura akan mendukung pendirian tempat ibadah umat agama Kristen di wilayahnya. Di samping itu, ada sedikit kekhawatiran agama Hindu semakin berkembang di wilayah mereka.

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 menyebut bahwa pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. Beberapa persyaratan khusus dalam pembangunan rumah ibadah antara lain daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah harus paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat. Kemudian, dukungan masyarakat setempat paling sedikit harus berjumlah 60 orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa. Selain itu, harus ada pula rekomendasi tertulis dari kepala kantor departemen agama kabupaten/kota. Yang terakhir, rekomendasi tertulis dari FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) kabupaten/kota.

Indonesia sendiri telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) pada tahun 2005. Pasal 18 (1) dari kovenan tersebut mengatur hak untuk kebebasan berpikir, berpendapat dan beragama.