Covid-19: Jangan ada lagi tenaga kesehatan jadi korban, distribusi APD mendesak

Poster tentang virus corona COVID-19 di lorong Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali, 18 Maret 2020. [TEMPO/STR/Johannes P. Christo; JPC2020031803]

Merespon meninggalnya enam dokter dan satu perawat yang menangani wabah Covid-19, Amnesty International Indonesia dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia menyampaikan sikap bersama:

“Sudah ada enam dokter dan satu perawat yang meninggal akibat Corona baik karena terinfeksi langsung maupun sebab lain terkait wabah ini, dan ada puluhan lainnya yang menjadi pasien positif serta berada dalam pengawasan, angka ini harus berhenti sampai di sini.”

“Tenaga kesehatan yang menjadi korban, baik mereka yang meninggal maupun yang berada dalam perawatan, terpapar karena alat perlindungan diri (APD) yang tidak memadai.”

“Sebagai contoh, dalam ruang isolasi pasien COVID-19, banyak orang yang terlibat. Selain dokter, perawat, ada juga petugas kebersihan. Mereka kalau sudah keluar ruangan, mau masuk lagi, harus ganti APD, sehingga APD yang dibutuhkan memang banyak,” kata Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah.

Kamu bisa mendorong perubahan. Pastikan tenaga kesehatan memiliki APD lengkap dengan klik tombol di bawah ini.

“Masalah lainnya juga terjadi di RS yang bukan rujukan. Misal di UGD, ada pasien datang dengan gejala Covid. Perawat dan dokter tidak tahu ini pasien positif Covid atau tidak. Meskipun begitu, semua pasien harus diperlakukan selayaknya jika ia terinfeksi covid. Rumah sakit seperti ini tidak ada persiapan sementara APD langka, sehingga cara yg dilakukan, masker dipakai selama satu shift berjam-jam,” jelas Harif.

“Sekali lagi, kami minta Pemerintah segera mendistribusikan APD sesuai panduan Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) ke seluruh fasilitas kesehatan, terutama yang menangani kasus Covid-19 hingga ke daerah-daerah,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.

“Pemenuhan hak-hak dokter, perawat, bidan apoteker atau pekerja kesehatan lainnya harus ditanggapi dengan serius karena kita tengah mempertaruhkan hak-hak kehidupan masyarakat,” tambah Usman.

“Hingga kini, sudah sekitar 3500 orang yang menandatangani petisi kami. Kami mengajak semua elemen masyarakat bersolidaritas, baik menandatangani petisi maupun dengan donasi demi membantu tenaga medis dalam memperoleh alat pelindung diri. Ini adalah solidaritas kemanusiaan yang sangat krusial. Masyarakat ingin tenaga medis terlindungi dengan baik demi keselamatan bersama.”

Latar belakang

Pada tanggal 22 Maret 2020, dr. HA di Jakarta meninggal dunia akibat Covid-19. Dokter HA adalah dokter keenam di Indonesia yang meninggal akibat wabah Corona. Lima dokter lain yang meninggal akibat pandemi global ini adalah: (1) dr UM di Medan yang meninggal 17 Maret 2020, (2) dr. DJ di Bogor yang meninggal 20 Maret 2020, (3) dr. LP di Jakarta yang meninggal 12 Maret 2020, (4) dr. AM di Bekasi yang meninggal 21 Maret 2020, dan (5) dr. TD di Bandung yang meninggal karena kelelahan pada tanggal 19 Maret 2020.

Selain itu, ada satu perawat yang turut menjadi korban meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 12 Maret 2020 atas nama Ibu ZN.

Salah satu rekan dari dokter yang meninggal dunia akibat Covid-19, memberikan kesaksian atas wafatnya sang rekan dan harapan atas penanganan wabah global ini kepada Amnesty International Indonesia.

“Selama 5 tahun bersama dr Hadio bertugas dalam masa pendidikan spesialis, beliau menunjukkan dirinya sebagai dokter yang sangat berdedikasi terhadap pekerjaannya. Meninggalnya beliau karena Covid-19 menjadi bukti bahwa tidak ada yang aman, termasuk tenaga medis yang sedang menjalankan tugasnya,” kata dr. Winnugroho Wiratman, Wakil Sekretaris Jendral Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

“Saya berharap APD untuk tenaga medis seperti dr Hadio segera disalurkan semaksimal mungkin di seluruh fasilitas kesehatan yang menangani Covid-19 supaya dokter dan perawat yang menangani pasien maupun PDP bisa terlindungi,” imbuh dr Winnugroho kepada Amnesty.

Dalam pernyataan terbukanya bersama Amnesty tertanggal 18 Maret 2020, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia, (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) juga mengakui kurangnya APD bagi tenaga kesehatan di tengah pandemi ini.

Pasal 12 ayat (2) huruf d Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) telah mengatur bahwa negara wajib mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental. Dalam hal ini, negara wajib mengupayakan perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri, pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit menular, endemik, penyakit lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan, serta penciptaan kondisi-kondisi yang akan menjamin semua pelayanan dan perhatian medis.

Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) juga telah menerbitkan panduan sementara (interim guidance) untuk pencegahan dan pengendalian coronavirus (nCoV), sehingga Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan dalam setiap proses penanganan pasien yang terpapar COVID-19 sebagaimana tercantum dalam panduan tersebut.

Dalam kerangka hukum nasional, kewajiban untuk memastikan tersedianya perlengkapan untuk menunjang kesehatan dan keselamatan kerja juga telah diatur dalam Pasal 164 (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.