Cabut SKB dan lindungi hak warga Ahmadiyah

Menanggapi penghentian dan penyegelan pembangunan masjid milik warga Ahmadiyah di Kampung Nyalindung, Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut, Jawa Barat oleh pemerintah kabupaten, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Penghentian pembangunan masjid ini jelas melanggar hak warga Ahmadiyah untuk menganut agama dan beribadah sesuai kepercayaannya – hak yang dilindungi oleh hukum hak asasi manusia internasional dan konstitusi Indonesia.”

“Kami mendesak Bupati Garut untuk segera mencabut segel di masjid tersebut dan mengizinkan warga Ahmadiyah untuk membangun rumah ibadah dan beribadah sesuai dengan keyakinan mereka, dan membantu melindungi warga Ahmadiyah dari intimidasi dan kekerasan,”

“Kejadian ini menambah daftar panjang perlakuan diskriminatif dan intoleran terhadap komunitas Ahmadiyah di Indonesia. Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri 2008 tentang Ahmadiyah sering digunakan oleh pemerintah-pemerintah daerah sebagai pembenaran untuk membuat aturan atau kebijakan yang diskriminatif seperti ini. Kami juga mendesak pemerintah pusat untuk segera mencabut SKB tersebut.”

“Pemerintah harus mengambil langkah-langkah efektif untuk memastikan bahwa seluruh anggota agama minoritas dilindungi dan dapat mempraktikkan keyakinan mereka secara bebas dari rasa takut, intimidasi, dan serangan.”

Latar belakang

Pada 6 Mei 2021, petugas Satpol PP Kabupaten menghentikan dan menyegel pembangunan masjid milik warga Ahmadiyah di Kampung Nyalindung atas perintah Bupati Garut Rudy Gunawan.

Rudy mengatakan bahwa dia mengambil keputusan itu berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri yang diterbitkan pada 2008 yang berisi tentang larangan penyebaran ajaran Ahmadiyah karena dianggap menyimpang dari ajaran Islam.

Sebelumnya pembangunan masjid tersebut telah mendapat penolakan dari beberapa warga. Menurut informasi yang diterima Amnesty International, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) tidak dilibatkan dalam pertemuan forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda) yang mendiskusikan keputusan untuk menghentikan pembangunan masjid. DPD JAI Garut juga telah meminta untuk mengadakan audiensi dengan Polres Garut, namun permohonan itu ditolak.

Amnesty International telah berkali-kali mendesak pemerintah Indonesia untuk mencabut SKB tentang Ahmadiyah tersebut dan memberikan ruang bagi JAI untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya dengan bebas tanpa diskriminasi dan ancaman.

Hak seluruh individu untuk memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinannya masing-masing telah dijamin dalam Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang isinya:

“Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran. Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.”

Selain itu, Pasal 27 ICCPR juga menjamin bahwa orang-orang yang termasuk minoritas tersebut tidak boleh ditolak haknya, dalam komunitas dengan anggota lain dari kelompok mereka, untuk menikmati budaya mereka sendiri, untuk menganut dan mempraktikkan agama mereka sendiri, atau menggunakan bahasa mereka sendiri,

Kebebasan untuk mewujudkan atau memperlihatkan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat tunduk pada batasan-batasan seperti yang ditentukan oleh hukum dan diperlukan untuk melindungi keselamatan, ketertiban, kesehatan, atau moral publik atau hak-hak dasar dan kebebasan orang lain. Akan tetapi perlu diingat bahwa peraturan, kebijakan dan perlakuanpun tidak boleh bersifat disrkiminatif hanya karena keyakinan atau cara mereka beribadah berbeda dengan yang lain.

Dalam hukum nasional, hak atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan dijamin dalam UUD 1945, khususnya Pasal 29 (2) tentang kebebasan beragama dan beribadah dan pasal 28E (2) tentang kebebasan berkeyakinan, menyatakan pikiran dan sikap mereka sesuai dengan hati nuraninya.