Bandung: Bebaskan Ketua Federasi Sebumi Aan Aminah

Menanggapi penahanan dan tuduhan penganiayaan terhadap Aan Aminah, Ketua Federasi Serikat Buruh Militan (F-Sebumi) di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 22 Februari, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Tuduhan penganiayaan dan penahanan terhadap Aminah hanyalah dalih untuk menutupi bentuk pembungkaman atas upaya Aminah dalam membela hak-hak buruh.”

“Negara seharusnya melindungi dan menghormati hak setiap orang untuk berjuang atas haknya dengan cara menyampaikan aspirasi. Kriminalisasi terhadap aktivis buruh seperti Aminah hanya karena mereka menuntut hak-hak buruh jelas melanggar hak-hak asasi manusia.”

“Perusahaan juga harus melihat mogok kerja sebagai hak buruh yang telah dilindungi dalam berbagai instrumen hukum dan hak asasi manusia, bukan sebagai sesuatu yang merugikan perusahaan.”

“Aparat berwenang harus dengan segera dan tanpa syarat membebaskan Aminah dan menghentikan proses hukum terhadapnya.”

Latar Belakang

Berdasarkan informasi yang diterima dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung selaku kuasa hukum, pada tanggal 22 Februari, Aan Aminah ditahan di rutan perempuan kelas IIA di lembaga pemasyarakatan Sukamiskin di Bandung, Jawa Barat, atas tuduhan penganiayaan terhadap petugas keamanan di pabrik tekstil CV Sandang Sari terkait insiden yang terjadi pada tanggal 22 Juni 2020.

Sebelumnya, Aminah dan buruh CV Sandang Sari lainnya sempat melakukan mogok kerja sejak April 2020 untuk menolak keputusan perusahaan yang mengurangi upah dan mencicil tunjangan hari raya (THR) selama tiga kali.

Pada 4 Juni 2020, Aminah dan sembilan orang pengurus Federasi Sebumi lainnya di-PHK dengan alasan melanggar peraturan perusahaan karena “memprovokasi” buruh lainnya untuk melakukan protes dan mogok kerja.

Pada 22 Juni 2020, Aminah dan anggota serikat buruh lainnya hendak masuk ke dalam pabrik untuk melakukan perundingan dengan pihak perusahaan terkait keputusan PHK tersebut. Namun Aminah dihadang oleh beberapa petugas keamanan dengan cara didorong dan dihimpit dari dua arah. Setelah merasa kesakitan, Aminah berusaha keluar dari himpitan dengan menggigit tangan salah satu petugas keamanan tersebut sebagai upaya pembelaan diri.

Setelah kejadian tersebut, Aminah dilaporkan ke polisi pada tanggal 22 Juli 2020 dengan tuduhan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP dan ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 22 Oktober 2020.

Pada 1 Februari 2021 kepolisian telah melimpahkan kasus Aminah ke kejaksaan. LBH Bandung telah mengajukan penangguhan penahanan dan Aminah ditetapkan sebagai tahanan kota hingga 20 Februari 2021. Namun pada Senin 22 Februari 2021, Aminah mendapat panggilan dari Kejaksaan Negeri Bandung dengan agenda pelimpahan dan pemeriksaan perkara ke Pengadilan Negeri Bandung. Sejak saat itu, Aminah ditahan di Rutan Perempuan Sukamiskin.

Selain menjadi tersangka kasus penganiayaan, Aminah dan buruh lainnya juga digugat oleh CV Sandang Sari sebanyak Rp 12 miliar karena dianggap telah merugikan perusahaan karena melakukan mogok kerja.

Amnesty mengingatkan bahwa negara dan perusahaan memiliki kewajiban untuk menjamin pemenuhan hak asasi manusia para pekerja, termasuk hak untuk menyampaikan pendapat dan hak untuk melakukan mogok kerja.

Hak mogok kerja telah dilindungi dalam hukum internasional, termasuk diantaranya tergambarkan dalam Pasal 8 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), Pasal 22 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Pasal 3, 8 dan 10 Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi.

Selain itu, dalam laporan Pelapor Khusus PBB untuk hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai, Maina Kiai, dalam pertemuan kunci ILO tahun 2017, juga dinyatakan bahwa hak mogok kerja adalah hak fundamental yang dijamin dalam hukum HAM dan perburuhan internasional. Hak mogok kerja merupakan konsekuensi yang wajar atas pemenuhan hak atas kebebasan berserikat. Sangat penting bagi jutaan wanita dan pria di seluruh dunia untuk secara kolektif menegaskan hak-hak mereka di tempat kerja, termasuk hak atas kondisi kerja yang adil dan menguntungkan tanpa takut akan adanya intimidasi dan penganiayaan.

Di Indonesia hak untuk mogok kerja juga telah diatur dalam Pasal 137 UU Ketenagakerjaan dan perusahaan dilarang untuk melakukan PHK atas mogok kerja yang dilakukan secara sah sesuai dengan Pasal 144 UU Ketenagakerjaan.