Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Nomor 89/PUU-XX/2022 mengenai Uji Materi terhadap Pasal 5 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang menolak pemberlakuan yurisdiksi universal di dalam mekanisme pengadilan HAM di Indonesia menunjukkan kemunduran di dalam penegakan prinsip hak asasi manusia.
Permohonan ini, jika dikabulkan, akan membuat Indonesia berpotensi menyelidiki anggota militer Myanmar, yang dituduh oleh PBB dan badan-badan lain melakukan kejahatan kekejaman berat terhadap rakyatnya sendiri.
Dalam pertimbangannya, MK memang mengakui implementasi yurisdiksi internasional di dalam UUD 1945. Namun, hal ini tidak lantas membuat MK menerima permohonan ini. MK justru memberikan pertimbangan-pertimbangan lain seperti kepentingan diplomasi hingga ekonomi sebagai dasar putusannya. Hal ini kemudian menjadi janggal, karena berada di luar ranah MK.
Alih-alih memberikan penjelasan mendalam dan memasukan pertimbangan melalui kesaksian-kesaksian korban dan ahli yang disertakan pemohon, MK justru menjelaskan latar belakang lahirnya UU Pengadilan HAM yang ternyata dilatarbelakangi agar pelaku pelanggaran HAM di Timor Timur tidak dibawa ke Mahkamah Internasional.
Putusan MK ini jelas melanggar komitmen yang telah dibuat Pemerintah Indonesia di forum-forum internasional untuk mendukung prinsip yurisdiksi universal sebagai alat penting dan krusial untuk mengakhiri impunitas atas pelanggaran HAM berat berdasarkan hukum internasional dan kejahatan internasional lainnya.
Patut untuk diingat bahwa pelanggaran hak asasi manusia terus berlangsung di Myanmar, seperti yang baru-baru ini terjadi pada 11 April 2023. Menurut Assistance Association for Political Prisoners (Burma), atau AAPP, hingga 12 April 2023 setidaknya 3.240 orang telah dibunuh dan 21.348 orang telah ditahan sejak kudeta Februari 2021.
Mereka yang ditahan menghadapi penyiksaan, pembunuhan, dan kekurangan makanan serta air bersih. Para perempuan menjadi korban perkosaan secara beramai-ramai (gang rape) di dalam dan di luar penjara. Harta benda mereka telah dirampok dan dihancurkan oleh militer Myanmar. Kota dan desa telah dibakar maupun dihancurkan oleh tembakan artileri dan serangan udara militer Myanmar. Sejak 1 Februari 2021, setidaknya lebih dari 1,1 juta orang telah mengungsi.
Angka-angka ini masih akan terus bertambah karena pembunuhan dan penahanan di luar hukum masih terjadi dan belum ada pelaku yang diadili. Ini adalah fakta yang sangat memilukan karena belum ada satupun pejabat tinggi militer Myanmar yang dituntut atas kekerasan yang mengerikan terhadap rakyat mereka sendiri.
Kekejaman yang dilakukan oleh militer Myanmar merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Militer Myanmar dituduh melakukan kekejaman, dan penyelidikan ini sedang dilakukan oleh Mahkamah Internasional dan Mahkamah Pidana Internasional, dan juga di bawah kasus yurisdiksi universal di Argentina.
Oleh karena itu, Indonesia tidak memiliki alasan untuk tidak mengabulkan permohonan ini, sehingga anggota militer Myanmar yang dituduh melakukan kejahatan kekejaman berat terhadap rakyatnya sendiri, dapat dibawa ke pengadilan.
Sistem hukum Indonesia dirancang untuk menjamin keadilan dan hak setiap orang sebagaimana diatur dalam Pasal 24, Pasal 24C, Pasal 28A hingga Pasal 28J UUD 1945. KUHP yang baru juga memungkinkan yurisdiksi universal atas kejahatan yang diatur di bawah hukum internasional.
Pada Oktober 2022, di sesi ke-77 Komite Keenam Majelis Umum PBB, Indonesia menyatakan bahwa yurisdiksi universal merupakan salah satu alat penting dan krusial untuk mengakhiri impunitas dalam kasus pelanggaran berat hukum humaniter internasional dan kejahatan internasional lainnya.
Sebagai Ketua ASEAN tahun 2023, Indonesia seharusnya juga menjalankan yurisdiksi universal saat anggota-anggota lainnya, seperti Thailand dan Vietnam, mengakui bahwa yurisdiksi universal merupakan instrumen penting untuk memerangi kejahatan dan kekebalan internasional.
Dengan demikian menjalankan yurisdiksi universal harus menjadi langkah penting bagi semua pihak, termasuk Indonesia, dalam upaya berkelanjutan untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah militer Myanmar.
Koalisi Masyarakat Sipil
Lembaga/ Organisasi:
1. Amnesty International Indonesia
2. Migrant CARE
3. Kurawal Foundation
4. SAFEnet (Southeast Asia Freedom of Expression Network)
5. Asian Forum for Human Rights and Development (FORUM-ASIA)