Bebaskan pelajar dan aktivis di Kediri dari kriminalisasi

Menanggapi penangkapan seorang pelajar sekolah dan dua aktivis di Kota Kediri, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan:

“Penangkapan pelajar berinisial FZ di Kediri dengan alat bukti beberapa buku menunjukkan taktik pemolisian yang otoriter. Polisi akan terus dinilai mencari kambing hitam atas kegagalan menjaga keamanan selama demonstrasi akhir Agustus lalu dan mengungkap dalangnya. FZ ini pelajar yang cerdas dan hanya menyatakan pikirannya dalam tulisan.

Sebelum FZ, polisi di Kediri telah menangkap Saiful Amin alias Sam Oemar dan Shelfin Bima. Penangkapan ketiga orang ini merupakan preseden buruk ketika upaya reformasi kepolisian tengah kembali dijanjikan.

Tidak hanya menangkap FZ, yang juga dikenal sebagai pegiat literasi, polisi juga menyita buku-buku miliknya. Tindakan ini menunjukkan pola pikir aparat yang masih curiga pada pemikiran dan literasi, seolah membaca dan berpikir kritis adalah ancaman.

Demikian pula dengan penangkapan Saiful dan Shelfin, yang dijerat Pasal 160 KUHP yakni penghasutan terkait kerusuhan di Kediri, dengan ancaman hukuman pidana maksimal enam tahun penjara.

Tuduhan ini berlebihan dan justru memperkuat stigma bahwa negara kerap menggunakan hukum untuk membungkam aktivis yang kritis dan menyuarakan keresahan rakyat atas kebijakan negara yang tidak adil.

Fakta yang tidak boleh diabaikan adalah bahwa Saiful dan Shelfin bukan penghasut kerusuhan seperti yang dituduhkan. Mereka hanya mengutarakan keresahan dan tuntutan publik, termasuk menyoroti kematian tragis Affan Kurniawan yang dilindas mobil lapis baja Brimob di Jakarta pada 28 Agustus lalu.

Sikap represif dan kriminalisasi aparat dalam kasus ini jelas keliru. Polisi tidak seharusnya menargetkan, apalagi melakukan kriminalisasi aktivis yang menuntut keadilan. Sikap ini tidak hanya menimbulkan ketidakadilan bagi para aktivis dan keluarga, tapi juga mengirim pesan bahwa menyuarakan keadilan bisa berujung penjara dan ancaman lainnya.

Apabila praktik kriminalisasi ini dibiarkan, ini akan menciptakan preseden buruk bagi kebebasan berekspresi dan hak berkumpul yang dijamin oleh konstitusi di Indonesia.

Kepolisian Kota Kediri harus segera melepaskan FZ, Saiful dan Shelfin dari tahanan sekaligus menghentikan proses hukum atas mereka tanpa kecuali. Polisi juga harus membebaskan semua warga yang ditangkap hanya karena berunjuk rasa.

Menjadi kewajiban negara untuk melindungi seluruh warga yang menggunakan hak untuk berekspresi dan berkumpul, bukan menjadikan mereka korban kriminalisasi.”

Latar belakang

Laporan media mengungkapkan aparat Polres Kediri Kota menangkap seorang pelajar SMA yang juga dikenal sebagai pegiat literisasi berinisial FZ di rumahnya pada Minggu malam 21 September. Selain menangkap FZ, polisi juga menyita tiga buku, satu unit laptop dan sebuah ponsel. Selain sebagai pelajar sekolah, FZ juga dikenal sebagai penulis di situs Omong-Omong media.

Dalam salah satu artikel di laman tersebut, FZ mengritik gaya Orba dalam pendidikan pasca-reformasi. Sebagai pelajar SMA, dalam tulisan itu, dia merasa bahwa kebanyakan teman-teman pelajar SMA/sederajat saat ini sedikit sekali bahkan tidak punya pengetahuan tentang hak asası manusia (HAM). Ini membuatnya resah dan curiga dengan model pendidikan di era sekarang.

FZ dicurigai polisi terlibat kelompok anarko dan memiliki keterkaitan dengan KM, warga Jombang yang dituduh berhubungan dengan kerusuhan di Bandung. Hingga Senin malam 22 September, FZ masih diperiksa di kepolisian dengan didampingi ibu dan kakaknya.

Sebelumnya, dua aktivis di Kota Kediri, yaitu Saiful Amin alias Sam Oemar dan Shelfin Bima, ditangkap dan dijadikan tersangka kasus penghasutan terkait aksi demo yang berakhir rusuh di Kota Kediri pada 30 Agustus 2025. Mereka sama-sama dijerat pasal 160 KUHP  tentang tindak pidana penghasutan dengan hukuman maksimal enam tahun penjara.

Saiful ditangkap aparat Polresta Kediri pada 2 September lalu dan sehari kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus penghasutan dengan jerat pasal 160 KUHP. Ketua Umum PC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kediri, Irgi Ahmad Vahrezi, mengungkapkan bahwa peran Saiful selama aksi massa Agustus lalu adalah menenangkan situasi, bukan memprovokasi kerusuhan seperti yang dituduhkan.

Sedangkan Shelfin ditangkap Polresta Kediri pada 18 September lalu, juga dijerat dengan pasal 160 KUHP. Shelfin sebelumnya diketahui tampil membawakan orasi dalam aksi unjuk rasa solidaritas di Kediri terhadap kematian Affan Kurniawan yang dilindas mobil lapis baja Brimob di Jakarta pada 28 Agustus lalu.

Sementara itu laporan media menyebut gelombang solidaritas masyarakat untuk Saiful dan Shelfin terus mengalir, baik melalui dukungan petisi secara daring dan permohonan upaya penangguhan penahanan kepada Polresta Kediri.