Jaksa Seharusnya Tuntut Bebas Victor Yeimo

Menanggapi tuntutan pidana tiga tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap Victor Yeimo dalam sidang kasus makar di Pengadilan Negeri Jayapura, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:

“Tuntutan itu mencerminkan keraguan Jaksa atas dakwaan makar kepada Victor Yeimo. Dia ditangkap dan ditahan sejak Mei 2021 dan kini JPU menuntutnya tiga tahun penjara, dikurangi masa tahanan.

Dengan keraguan itu, seharusnya jaksa memilih menuntut bebas Victor. Seluruh bukti yang ada menunjukkan ia tidak layak dituntut kejahatan makar. Ia hanya mengekspresikan sikap politiknya secara damai. Bahkan, penerapan pasal pidana makar terhadap ekspresi politik damai sendiri sudah bertentangan dengan hak asasi.”

“Tuntutan pidana itu akhirnya dilihat tidak lebih dari upaya untuk menekan suara-suara kritis dan mempersempit ruang gerak bagi aktivis atau siapa saja yang memperjuangkan hak-hak asasi orang Papua.”

“Setiap orang termasuk orang asli Papua memiliki hak untuk menyuarakan pikiran, pendapat, dan ekspresi politik mereka secara bebas tanpa takut dihukum atau diintimidasi. Hak ini dijamin dalam hukum nasional maupun hukum internasional.”

“Untuk itu kami mendesak pihak berwenang untuk segera membebaskannya dari segala dakwaan pasal makar. Kami juga menyesalkan bahwa pihak berwenang berulang kali menggunakan pasal-pasal makar dalam KUHP untuk mengkriminalisasi kritik dan protes damai masyarakat.”

“Dengan kasus ini, kami juga mengulang kembali seruan kepada pemerintah dan DPR untuk mencabut atau mengubah secara substansial pasal-pasal makar dalam KUHP yang multitafsir. Ini untuk memastikan bahwa ketentuan ini tidak lagi disalahgunakan untuk mengkriminalisasi kebebasan berekspresi.”

Latar belakang

Seorang kuasa hukum Victor Yeimo kepada Amnesty International Indonesia telah mengonfirmasi laporan media mengenai tuntutan tiga tahun penjara atas kasus makar terhadap kliennya dalam lanjutan sidang di Pengadilan Negeri Jayapura, Papua, pada 27 April 2023. Sidang selanjutnya dengan agenda pembelaan dijadwalkan pada tanggal 2 Mei 2023.

Pada 9 Mei 2021, Satgas Nemangkawi menangkap Victor Yeimo, juru bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Jayapura. Polisi menangkapnya dengan tuduhan makar atas dasar orasi dan partisipasinya dalam demonstrasi damai anti-rasisme di Jayapura yang terjadi pada tahun 2019.

Menurut laporan media, JPU menyatakan Viktor Yeimo terbukti bersalah melanggar Pasal 106 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang makar. Untuk itu JPU meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tiga tahun penjara, dengan dikurangi masa tahanan. JPU juga meminta majelis hakim menghukum Yeimo untuk membayar biaya perkara senilai Rp5.000.

Pihak berwenang di Indonesia telah menggunakan hukum pidana untuk mengadili puluhan aktivis politik damai pro-kemerdekaan di Papua yang secara sah menggunakan hak mereka atas kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul secara damai.

Menurut data pemantauan Amnesty International sejak Januari 2019 hingga Mei 2022, setidaknya 78 orang di Papua telah menghadapi ancaman pidana atas tuduhan makar berdasarkan Pasal 106 dan 110 KUHP lama.

Dalam hukum nasional, hak atas kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat juga dijamin di dalam UUD 1945, khususnya Pasal 28E Ayat (3), Pasal 23 Ayat (2) dan Pasal 24 Ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999. Perlu diingat bahwa Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menjamin bahwa setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.

Hak atas kebebasan berekspresi, termasuk ekspresi politik, juga dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang selanjutnya dijelaskan dalam Komentar Umum No. 34 tentang Pasal 19 ICCPR. Perlu digarisbawahi bahwa Indonesia telah meratifikasi ICCPR melalui UU No. 12 Tahun 2005, yang juga berarti bahwa Indonesia memiliki kewajiban yang mengikat untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak tersebut.

Amnesty International tidak mengambil posisi apa pun tentang status politik provinsi mana pun di Indonesia, termasuk seruan kemerdekaan mereka. Namun, menurut kami, kebebasan berekspresi termasuk hak untuk secara damai mengekspresikan pandangan atau solusi politik seseorang.